Beberapa ruangan di lorong ini pintunya terkunci rapat dan tidak dapat dimasuki. Aku masih berfikir positif karena pengunjung belum ramai atau ruangan itu belum dibersihkan. Tetapi, ketika aku melihat sebuah pintu tertutup yang gembok-nya terbuka, aku jadi tambah penasaran ada apa didalam ruangan tersebut?.
Awalnya agak ragu untuk masuk ke dalamnya, namun rasa ingin tahu ini lebih besar daripada rasa ragu dan takut. Akhirnya aku nekat membuka pintu dan masuk kedalam ruangan tersebut. Aku masuk ke dalam ruangan sengaja membawa gembok pintu tersebut, agar pintu itu tidak kunci dari luar oleh abdi dalam yang mungkin sedang lewat dan tidak menutup pintu itu dengan rapat agar aku dapat kabur dengan mudah apabila terjadi sesuatu. Karena akses keluar dan masuk hanya ada di satu pintu itu saja, semua jendela di tutup rapat dan diberi pengahalang besi seperti di penjara.
Perasaan yang muncul pertama kali saat memasuki ruangan ini adalah sepi. ruangan ini begitu gelap, lembab, dan bertebaran wangi sesajian bunga dan menyan. Setelah menemukan stopkontak lampu di samping pintu, 3 buah lampu 5 watt menyala untuk sedikit menerangi ruangan berbentuk persegi panjang ini. Ternyata, ruangan ini adalah ruangan penyimpanan benda-benda keramat milik Keraton, sepertinya benda-benda ini dipakai saat upacara ritual adat jawa Sekatenan, yang diselenggarakan pada malam satu suro. Hal ini terlihat dari banyaknya sesajian bunga dan menyan yang terdapat di dalam ruangan. Semakin ke dalam, aku semakin merinding.
Apa yang terdapat disini juga tidak kalah unik, ada senjata-senjata seperti keris, tombak, panahan, pedang dan tameng yang di balut dengan kain putih. Ada juga beberapa kotak kayu yang entah apa isinya, tetapi di sekeliling kotak tersebut terdapat sesajian yang ditata rapih.
Dan yang terakhir di ujung ruangan, berbaris rapih enam kepala patung kayu yang berwajah seram berukuran besar, tingginya rata-rata sekitar 1,5 meter. Setiap kepala memiliki bentuk, wajah dan warna yang berbeda, entah apakah kepala-kepala patung kayu yang menyeramkan ini juga dipakai untuk upacara sekatenan?.
Setelah mengubah setelan kamera digital ku dengan flashlight untuk kondisi nightmode, aku mulai memotret satu persatu benda-benda dalam ruangan tersebut, dan tidak ketinggalan memotret 6 buah kepala patung yang menyeramkan tadi. Selesai memotret, aku mematikan lampu ruangan dan keluar dari ruangan itu dengan mengembalikan seperti posisi semula, yaitu pintu tertutup dengan gembok yang terbuka. Aku meninggalkan ruangan itu dengan perasaan merinding dan lebih memilih untuk berjalan di taman yang terang.
Setelah merindingku reda, aku kembali memotret disekitar taman dan menemukan sebuah objek yang cukup menarik disudut koridor. Terdapat sebuah kereta kencana yang sudah usang, berwarna putih dengan arsitektur eropa. Ternyata ini adalah kereta kencana pembawa jenazah. Setelah membaca penjelasannya, aku merinding lagi.
Setelah dua kali merinding, aku mulai berfikir untuk meninggalkan Keraton Solo dan memilih tempat wisata lain. Tetapi, Tiba-tiba sudut mata ini tertuju pada sebuah gerbang di mana terdapat dua orang wanita turis asing sedang dipakaikan kain batik yang menutupi celana pendek dan baju lengan pendek mereka sebelum memasuki sebuah halaman yang luas di balik gerbang itu. Dengan rasa penasaran tentang apa yang ada di balik gerbang tersebut dan pertanyaan kenapa mereka harus repot-repot memakai kain batik hingga menutupi tubuh mereka, aku melangkah pasti menuju gerbang itu dan menepis rasa takut yang hinggap tadi.
Sebelum mencapai gerbang, aku dihentikan oleh seorang bapak abdi dalam keraton. Matanya yang secara seksama memperhatikan aku dari atas sampai bawah, membuat ku berfikir kalau dia tahu aku habis masuk ruangan tadi. Ternyata... “Selamat pagi mas, silahkan sandalnya dilepas disini dan tas-nya dititipkan di penitipan tas disana. Terima kasih…” Pinta sang abdi dalam keraton yang ber-blangkon sambil tersenyum. (!^_^) #selamet…selamet…#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar