Nekat di Kraton Solo : Part 1

Pagi yang hangat menguapkan hawa dingin dari dalam tubuh, silau matahari pagi menandakan sepertinya hujan enggan turun hari ini. Berarti, ini adalah awal yang baik untuk memulai sebuah perjalanan yang menarik di kota yang mempunyai banyak sudut yang artistik. Solo, itulah nama kota ini.

Sehabis sarapan nasi liwet + ceker ayam 2 potong + telur gudeg + sayur + krupuk + teh manis hangat = harga 10.000,- di dalam sebuah gang sempit, aku bersiap menuju tempat tujuan pagi ini. 

Karena baru pertama kali jalan-jalan sendirian di Solo, aku teringat pepatah tua yang selalu ku gunakan dalam setiap backpacking. “malu bertanya sesat di jalan” maka dari itu aku bertanya ke ibu penjual nasi liwet arah tercepat untuk sampai ke Keraton Solo. “Ini lurus, nanti pertigaan ketiga, mas ke kidul, perempatan kedua ke kidul lagi saja, dari sana sudah dekat kok..” Itulah petunjuk sang penjual nasi liwet. (^_^!) #nggak_ngerti#


Tapi karena punya kebiasaan ‘Nyasar’, akhirnya ku salah ambil belokan dan baru sadar setelah ku disapa ibu penjual nasi liwet itu sekali lagi di depan mata ku. “Lho kok sampe sini lagi toh mas? Nyasar yah?” Ibu penjual nasi liwet itu tertawa geli melihat ku. (-_-!) #banyak_tanya_malu-maluin#


Apalah artinya backpacking kalau tidak nyasar, seperti nasi liwet tanpa ceker ayam dan sayur krecek. Kurang lengkap rasanya. Jadi, bikin asik aja bol…!! b(^o^)d #betuuuullll…!!# 

Akhirnya demi menghemat tenaga, ku naik Delman menuju Keraton Solo. Dengan mengeluarkan ongkos 7000,- aku diantar ke Keraton Solo sambil muter-muter perumahan warga di kawasan sekitar keraton.


Ternyata, tidak jauh berbeda dengan kawasan sekitar keraton di Jogja, di kawasan keraton Solo juga dibatasi dengan tembok yang cukup tinggi dan pintu atau pagar yang juga besar untuk menandai kawasan khusus Sultan dan keluarganya dengan kawasan para abdi dalam keraton dan daerah bagi masyarakat biasa. Sebelum Indonesia ber-ideologi demokrasi Pancasila, Kerajaan adalah ideologi yang menata kehidupan masyarakat jaman dahulu dengan menempatkan harmoni diantara manusia sebagai tujuannya. Karena itu, kawasan-kawasan tersebut masih dijaga dengan baik keadaannya dan masih memiliki fungsi serta yang makna yang sama hingga saat ini dan masa yang akan datang, demi menjaga harmoni masyarakatnya.





Koridor ini lebih tepat disebut sebagai museum Keraton Solo, karena wisatawan dapat memasuki beberapa ruangan pameran yang memajang benda-benda pusaka Keraton Solo, seperti senjata keris, tombak, tameng, panahan, pSebuah gerbang besar yang terbuka lebar menyambut bersahaja masyarakatnya yang datang, seakan mengucapkan selamat datang dengan senyum. Kekang kuda ditarik untuk menghentikkan laju kuda dan delman pun berhenti di sebuah pelataran yang cukup besar. “Disini mas tempatnya, silahkan…”. Langkah kaki ini seakan tak sabar memasuki sebuah bangunan yang begitu artistik di hadapanku. Perpaduan antara arsitektur eropa dengan arsitektur jawa menjadi ciri khas pintu masuk Keraton Solo.

Setelah membayar tiket masuk sebesar 5000,- aku mulai mencari objek-objek serta sudut-sudut menarik untuk dipotret. Karena hari ini adalah hari kerja dan aku datang saat pagi, jadi suasana di sana masih tenang dan sepi.


Apa yang pertama terlihat di dalam adalah sebuah koridor panjang yang dihiasi banyak lampu gantung bergaya belanda. Koridor ini berbentuk persegi panjang dan terdapat sebuah taman yang asri dan rindang ditengahnya. Sungguh sebuah perpaduan yang indah dan membuat ku nyaman berjalan mengelilinginya.


beberapa kereta kencana, dan lain-lain. Terdapat pula benda peninggalan penjajahan belanda seperti senjata api laras panjang, meriam, pistol, seragam tentara belanda, pedang dan lain-lain. Ada juga ruangan yang berisi lukisan-lukisan dan diorama yang menggambarkan perjuangan rakyat Solo melawan penjajahan belanda. Bahkan, terdapat juga benda-benda peninggalan zaman purbakala atau patung-patung berusia ribuan tahun yang dipajang di salah satu ruangan.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

nah itu Ta, klo di daerah nyebut arah dengan Kidul, Wetan, etc
sdgkan posisi skrg kita di arah mana aja
kaga ngerti hahaha
bukan kanan-kiri hehehe
tapi ya itulah seni backpackeran

Mila