Tukang Makan Nyasar di Pasar

Lupakanlah desain interior yang mewah, lupakan nyaman-nya duduk di bangku empuk atau sofa panjang dan lupakan buku menu dengan beragam jenis makanan luar negeri yang harganya mahal serta mungkin namanya saja susah untuk disebutkan. 


Di sini tidak ada bangku empuk, desain interior yang mewah ataupun makanan luar negeri yang harganya mahal. Di sini hanya ada, bangku panjang yang dari kayu, sebuah meja panjang untuk makan bersama dan sebuah suasana kebersamaan. Beeuhh… Sok filosofis kau bol…!!!
 
Bu, Es Dawet Ireng satu gelas… Itulah menu pembuka dari wisata kulinerku hari ini di sekitar Pasar Baledono, Purworejo, Jawa Tengah. Dawet Ireng adalah minuman cendolnya orang jawa, ini khas dari Purwoerjo. Cendolnya berwarna hitam (Ireng), tapi bukan dari pewarna makanan, melainkan dari daun sekam padi kering (oman) yang dibakar menjadi abu, kemudian dicampur dengan air dan adonan cendol, lalu disaring sehingga mengasilkan warna hitam.


Sedangkan cendolnya dibuat dari tepung terigu bukan dari tepung beras yang biasa dibuat untuk cendol hijau biasa. Untuk pemanisnya, digunakan gula jawa aren. Terakhir ditambahkan es batu dan tape ketan hijau. Satu mangkuk kecil Dawet Ireng harganya Rp 2000,-  tapi biasanya satu mangkuk pun rasanya belum puas. Mungkin karena rasanya yang bisa bikin ketagihan..  segereee… Mau mudik bol...!!!
 
Setelah dahaga terpadamkan, aku menjelajahi tiap sudut pasar untuk mencari objek foto yang menarik. Dan benar saja, di setiap sudutnya terdapat beragam objek dengan berbagai cerita di dalamnya. Jerpet terus bol…!!!


Lensa kamera ku membidik sebuah kedai kecil dengan tiga buah bangku panjang yang terbuat dari kayu dan sebuah meja makan berbentuk persegi panjang yang menempel dan berhadapan langsung dengan sang juru masak yang memasak serta langsung menyajikannya hangat untuk konsumen. Jadi laper gw bol…!!!

Pak, Mie Lethek Goreng satu porsi… Mie Lethek Goreng adalah sebuah makanan tradisional jawa tengah yang merupakan hasil akulturasi budaya kuliner dari negri Tiongkok yang diadaptasi dan dimodifikasi dengan kreatifitas para juru masak pribumi. Yang menjadi ciri khasnya adalah mie yang tercetak ini warnanya putih keruh. Karena itu disebut Mie Lethek, yang bagi orang Jawa Tengah, lethek berarti kotor atau kusam.

Tapi soal rasa, Mie Lethek ini punya rasa yang khas dibandingkan mie lain. Karena dalam pembuatannya masih menggunakan resep, tata cara, dan peralatan tradisional yang digunakan secara turun temurun. Jadi keaslian dan kualitas rasanya tetap terjaga. Harga dari seporsi mie lethek Rp. 8000,- dengan tambahan es teh manis.

Ada sebuah istilah yang katanya, orang Indonesia itu kalau belum ketemu nasi berarti belum makan. Dan sepertinya istilah itu benar untukku. Hehehe… karena walau habis makan Mie Lethek Goreng satu porsi, ternyata aku masih memburu makanan berat lainnya di emperan luar sekitar pasar. Sambil berjalan, aku membeli pencuci mulut bervitamin di pinggir jalan. Dua buah jeruk lokal yang rasanya asam manis ini aku beli dengan harga Rp. 1500,- saja. Rasanya pas sekali di siang hari yang cuacanya panas.


Nasi Rawon satu porsi pak… Adalah menu yang ku pesan di sebuah warung makan yang terdapat di sebuah gang sempit di samping toko perhiasan. Nasi Rawon adalah menu makanan berupa nasi dengan sup daging sapi. Keunikan dari Nasi Rawon adalah kuah dan dagingnya berwarna hitam, karena menggunakan dengan bumbu khas karena mengandung kluwek. Nasi Rawon yang dikenal sebagai masakan khas Jawa Timur ini, memiliki cita rasa yang khas dan benar-benar menyegarkan. Biasanya, disajikan dengan potongan toge, jeruk nipis, kerupuk udang dan sambal. Pokoknya walau harganya Rp. 10.000,- dijamin bercucuran air mata dan air keringat ketika makan...  Pedeeesss yah bol…!!!


Setelah mandi keringat di warung Nasi Rawon, sepertinya aku butuh tempat untuk menyejukkan badan sekaligus mengistirahatkan perut yang sudah penuh terisi. Rasanya sulit sekali berjalan dengan perut kenyang seperti ini. Akhirnya, pelan tapi pasti aku berhasil sampai di parkiran sepeda.

Sebuah lagu mengalun santai di telingaku melalui earphone dari sebuah MP3 Player ketika aku mengayuh sepeda menuju sebuah tempat yang paling aku tahu kesejukan tempatnya, dengan suasana yang tenang dan pastinya kuliner yang enak juga ada disana.


Ada sebuah warung masakan dan jajanan khas jawa di pinggir jalan desa, dimana tempat makan favoritku adalah sebuah meja makan yang menempel pada sebuah pohon di belakang warung, yang menghadap langsung ke hamparan sawah yang hijau. Benar-benar sebuah suasana yang tak ternilai dengan nominal.


Sekenyang apapun aku makan hari ini, sepertinya godaan untuk terus makan tak pernah berhenti. Ternyata kalau memang sudah ku niatkan untuk wisata kuliner, yah berarti benar-benar makan lagi dan makan lagi. Hehehe… Makan terus bol…!!!








 
saya pesan,… Es Tape Ketan, ubi bakar dan kue cenil… bawa ke belakang yah buu… Itulah menu makanan ringan yang sengaja ku pesan untuk bersantai sambil mendengar nyanyian alam melalui daun-daun dari dahan pohon yang bergoyang ditiup angin dan memanjakan mata dengan warna hijau yang terbentang luas di depan. hanya dengan kocek Rp.8000,- saja.


Biasanya aku di sini sampai sore untuk melihat matahari tenggelam di ufuk barat, seperti tenggelam ke dalam perut bumi.

Hehehe… jangan iri yah, kalau mau merasakan juga, kapan-kapan kita Nyasar bareng ke kampungku yee…


Desa Baledono, Purworejo, Jawa Tengah, INDONESIA

Tidak ada komentar: