Waktu menunjukkan pukul 12.00 WIB
“Sebentar lagi keretanya mau masuk terowongan nih…” Si nenek berkata kepada kami yang sedang sibuk dengan buku bacaan kami masing-masing dan benar saja... Wwwuuusshhhh… dalam sekejap suasana menjadi gelap gulita dan hembusan angin terasa sangat berbeda. Tapi, di tengah suara anak-anak dan orang lain yang kaget karena tiba-tiba kereta memasuki terowongan, ada satu suara di depan ku yang jelas terdengar
“Eh, Ngapain sih..?? Aduh…!!!” setelah keadaan kembali terang, ternyata terungkaplah kerjaan Ujang yang sedang mencoba memeluk asrul.
“Habis ini ada satu terowongan lagi yang paling panjang…” si nenek berkata lagi kepada kami. Setelah Asrul mengganti Posisi agar tidak menjadi bahan pelampiasan dari Ujang, aku mempersiapkan senter kecil untuk sedikit penerangan.
Wwwuuuussshh… benar saja kali ini terowongannya memang lebih panjang, tapi walaupun posisi telah ditukar Ujang sepertinya bisa melihat dalam gelap dan terjadilah perkelahian sambil berpelukan seperti para telertubles.
Waktu menunjukkan pukul 12.15 WIB
Kereta telah membawa kami melewati stasiun Gombong, dari sini aku sudah tahu sekitar pukul 13.00 nanti kami akan sampai di stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Tapi, ada sebuah mimpi buruk yang tiba-tiba menghampiri di siang bolong.
cik..cik…cik.. cik..cik…cik.. sayup-sayup terdengar dari jauh suara yang sepertinya aku hafal, makin lama makin jelas terdengar… Aku yakin ini bukan kuntilanak, karena kalau kuntilanak suaranya makin jauh berarti makin dekat wujudnya dan kalau suaranya makin dekat berarti makin jauh wujudnya. Ternyata yang diperkirakan benar, hanya dalam beberapa detik, sesuatu itu mendekat tepat langsung ke dalam gerbong kami dan bangku pertama yang didatanginya adalah bangku kami.
Inilah Homo-Sapiens-Android-Sing-Ora-Jelas-ewer-ewer. Biasa dikenal sebagai ‘Banci Ewer Ewer’, kenapa disebut demikian?? Ini alasannya…
“Permisi mas… bude,… aaawww…!!! Lagunya Ridho Rhoma yah sayang? Sekian lama aku menunggu, untuk kedatangan mu… tekewer… ewer… ewer… ewer… datanglah, kedatanganmu kutunggu… tekewer… ewer… ewer… ewer… t'lah lama kedatanganmu ku tunggu… tekewer… ewer… ewer… ewer…” dua musisi ini benar-benar musisi unik. Tapi, mereka bikin kami bertiga diam tanpa kata dan tanpa ekspresi (takut).
Jadi begini, setiap bait liriknya ditambahkan kata-kata ‘tekewer… ewer… ewer… ewer…’ entah untuk apa maksudnya. Tapi suasana yang sebelumnya agak mencekam itu berubah menjadi suasana cukup membuat kami tertawa. Bahkan, sebelumnya kami yang agak takut dengan sang musisi ewer ewer tersebut, akhirnya jadi ikut-ikut bernyanyi sedikit.
Walaupun sudah dikasih uang sama Ujang, mereka tetap saja menyanyi sambil tersenyum genit kepada kami dan sesaat sebelum mereka pergi, Ujang dicolek dagunya dengan mesra oleh salah satu banci ewer ewer… “jangan bengong donk mas, ntar gantengnya ilang loh… bye bye ganteng…” itulah pesan mesra untuk Ujang.
Jelas saja itu membuat kami tertawa ngakak. Akhirnya kami bisa mengikuti beberapa lagu mereka sambil menambahkan kata-kata ‘tekewer… ewer… ewer… ewer…’ di akhir liriknya.
Kalau masih belom paham juga, naik kereta api ekonomi dan buktikan sendiri keunikannya. Pokonya antara stasiun gombong, kebumen, kutoarjo, wates tuh… perhatiin aja deh… baru bisa paham
Kalau masih belom paham juga, naik kereta api ekonomi dan buktikan sendiri keunikannya. Pokonya antara stasiun gombong, kebumen, kutoarjo, wates tuh… perhatiin aja deh… baru bisa paham
Waktu menunjukkan pukul 12.20 WIB
Kereta membawa kami hampir mencapai stasiun kebumen, dimana si nenek akan turun di stasiun tersebut. Oia, nenek ini bukan nenek biasa, di umurnya yang mencapai 63 tahun, selama lebih 25 tahun ini beliau telah bergelut dengan berbagai mesin pemarut kelapa dan memiliki pengetahuan tentang bagaimana memperbaiki mesin pemarut kelapa tanpa sekolah mesin secara formal. Hingga saat ini, beliau masih menjalankan bisnis keluarganya tersebut dirumahnya di Kebumen. Padahal nenek ini hanyalah lulusan Sekolah Rakyat pada tahun 1953.
Setelah nenek itu menikah, beliau mulai memperhatikan ayah dan suaminya yang berjualan kelapa parut. Dengan sendirinya beliau bisa mengoperasikan bahkan secara otodidak bisa memperbaiki mesin pemarut kelapa dan mesin sepeda motor. Jatuh bangun dalam menjalankan bisnis keluarganya tersebut, telah membuat nenek ini menjadi seseorang yang kuat mentalnya.
Hingga saat ini, dari pekerjaannya tersebut, beliau telah dapat menghidupi keluarganya selama bertahun-tahun, hingga mengantarkan anaknya mendapatkan gelar sarjana S2. Akan tetapi, 5 tahun lalu terjadi kecelakaan yang menimpa si nenek. Ketika dia memperbaiki mesin pemarut kelapa.
Secara tidak sengaja, saat membersihkan busi mesin, dia lupa menutup tempat penyimpanan bensin, akibatnya ketika mesin menyala dan busi didekatkan, timbul percikan api yang menyebabkan kebakaran pada mesin. Nenek menderita luka bakar dari bagian perut hingga sebagian muka sebelah kanan. Akan tetapi, beliau bukan nenek yang menyerah dengan keadaan.
Keinginannya untuk sembuh sangat kuat dan beliau segera kembali ke Kebumen untuk menjalankan lagi usahahnya ditengah keadaannya sekarang. Oia, nenek ini selalu mengunjungi anak dan cucunya dengan naik kereta api progo setiap sebulan sekali dengan tujuan Bekasi – Kebumen. Jadi semua hal tentang kereta api progo sudah dia hafal dengan cukup baik.
Secara tidak sengaja, saat membersihkan busi mesin, dia lupa menutup tempat penyimpanan bensin, akibatnya ketika mesin menyala dan busi didekatkan, timbul percikan api yang menyebabkan kebakaran pada mesin. Nenek menderita luka bakar dari bagian perut hingga sebagian muka sebelah kanan. Akan tetapi, beliau bukan nenek yang menyerah dengan keadaan.
Keinginannya untuk sembuh sangat kuat dan beliau segera kembali ke Kebumen untuk menjalankan lagi usahahnya ditengah keadaannya sekarang. Oia, nenek ini selalu mengunjungi anak dan cucunya dengan naik kereta api progo setiap sebulan sekali dengan tujuan Bekasi – Kebumen. Jadi semua hal tentang kereta api progo sudah dia hafal dengan cukup baik.
“Ini adalah pekerjaan yang saya seneng. Saya nggak pernah mimpi untuk melakukan pekerjaan ini sampai tua atau sampai keadaan saya jadi seperti sekarang ini. Yang penting saya ikhlas dan bersyukur, karena berkat pekerjaan ini, anak saya bisa jadi orang dan buat saya, nggak ada batasan antara ini pekerjaan laki-laki atau ini perkerjaan perempuan. Di dunia ini semua pekerjaan itu sama saja, asal kita bisa dengan baik dan senang menjalankannya, insya allah setiap apa yang kita lakukan dan apa yang kita dapat dari pekerjaan itu akan membuat kita selalu bersyukur serta bisa dinikmati hasilnya dengan senyum yang bahagia” itu adalah cerita yang membuat aku kagum atas perjuangan nenek itu yang ternyata bisa menyemangati aku dan membuatku menitikkan air mata sebelum akhirnya nenek tersebut turun di stasiun kebumen.
“Nek, walaupun aku nggak tau nama nenek siapa… tapi apa yang nenek ajarkan adalah hal yang akan selalu diingat dan akan saya coba untuk melakukan dengan sebaik-baiknya… semoga suatu saat nanti saya bisa berjumpa lagi dengan nenek… amin…” itulah doa ku ketika menulis ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar