Langkah ketiga : breakfast at afternoon and lunch at night



Waktu menunjukkan pukul 13.10 WIB
setelah menempuh perjalanan sekitar 16 jam yang seharusnya ditempuh dalam waktu 10 jam akibat adanya kereta anjlok, akhirnya kami menginjakkan kaki di daratan tanah Yogyakarta. Perasaan senang, kecewa karena jadwal yang terlambat dan semangat yang menggebu untuk segera menjelajah Jogja, bercampur menjadi satu di dalam keadaan kami yang lapar, badan bau keringat dan belom sikat gigi.
“Akhirnya nyampe juga… sekarang mandi dulu, cari sarapan trus langsung ke Prambanan.” Itu rencana ku ketika baru nyampe di Stasiun Kereta Api Lempuyangan, Yogyakarta. Ternyata kondisi toilet di stasiun lempuyangan lumayan baik dan memadai untuk kegiatan mandi (mungkin buat cuci baju juga bisa) dan harganya pun murah.

Waktu menunjukkan pukul 13.30 WIB
Perjalanan awal kami di Jogja kami awali dengan pergi melihat lukisan di dinding Flyover Lempuyangan. Lukisan mural di Flyover Lempuyangan ini merupakan buah cipta karya dari para seniman-seniman Jogja yang menggambarkan kehidupan-kehidupan yang ada di Jogja serta mengandung banyak filosofi tentang kebudayaan jawa.

 Pokoknya kami cukup puas bisa Narsis disini. hehehe... Tidak jauh dari Flyover Lempuyangan, ada sebuah taman kota kecil yang sangat bersih dan nyaman.

Sebentar kami sandarkan lelah kami disana sambil mencari tempat makan. Setelah berjalan sebentar dari arah SMP negeri 5, akhirnya kami tetapkan pilihan di sebuah warung makan sederhana bernuansa jawa untuk mengisi perut kami yang lapar dengan menyantap soto daging sapi + nasi + es teh manis hanya dengan 5.000,- (goceng) dan believe it or not, porsinya itu cukup banyak.
“Kalau di Jakarta menu seperti itu harganya sekitar 10.000,- (ceban). Kenapa ya bisa jauh banget perbedaannya??” Bahkan Asrul sampai nggak percaya dengan harganya.
Waktu menunjukkan pukul 13.50 WIB
Perjalanan kami menuju Candi Prambanan kami tempuh menggunakan Trans Jogja dari depan SMP 5. Setelah menunggu sekitar 15 menit bus Trans Jogja datang tepat waktu, dan yang salah satu yang membuat kami kaget adalah pegawai Trans Jogja yang ada di Shelter Bus ataupun yang ada di dalam bus, dapat menjelaskan dengan menggunakan penjelasan yang ramah dan rinci tentang kemana arah tempat tujuan kami, dengan menaiki bus trayek nomor berapa atau kalau jauh dari shelter bus, akan ditunjukkan naik angkutan umum apa hingga sampai ketempat tujuan. (sungguh sebuah servis yang patut diberikan jempol… Like This…!!!) 

Selain itu disetiap halte pemberhentian, petugas  yang ada di dalam bus akan melaporkan berapa jumlah terakhir penumpang yang ada di dalam bus dan petugas yang ada di halte tersebut akan melaporkan jumlahnya kepada halte berikutnya. Agar dapat dilaporkan kembali kepada bus yang sedang menuju pemberhentian berikutnya tentang informasi jumlah penumpang yang menunggu di halte tersebut. 

Hal ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih penumpang dalam satu bus dan mencegah penumpang lain menunggu dalam jangka waktu yang terlalu lama. (Woow…!!! Coba bandingkan dengan yang ada di Jakarta…)
Waktu menunjukkan pukul 14.30 WIB
Setelah perjalanan di dalam Trans Jogja yang nyaman dengan pemandangan kota Jogja dan curi-curi pandang dengan gadis Jogja yang “ayu tenan…” akhirnya kami sampai di terminal Prambanan. Kehadiran kami bagaikan artis yang langsung disambut oleh tawaran para tukang becak “mbecak mas, 10.000 sampai loket prambanan” tawar mereka kepada kami.
“Matur nuwon pak, mboten… kulo bade mlaku mawon.” Itulah cara menolak tawaran tukang becak dengan sopan. Kalo mereka masih ngotot juga, yah tinggalin aja. Tapi, keputusan kami untuk jalan kaki tidak terlalu buruk. Kami berhasil melaksanakan tugas pertama mahasiswa (narsis) di jalanan.
Setelah berjalan 10 menit, kami sampai di loket pembelian tiket masuk candi prambanan, ternyata candi prambanan tutup hingga pukul 17.15 WIB. Untung kami masih bisa menikmatinya dalam waktu dua jam. Harga tiket masuk 15.000,- dan karena saat itu bukan hari libur dan keadaannya abis utjan, betcek, gak ada odjek…, jadinya pengunjungnya sedikit. (it’s Narsis Time…)
 Waktu menunjukkan pukul 16.00 WIB
Semua keindahan yang ada di depan kami saat ini merupakan sebuah kemegahan dari karya cipta budaya. Prambanan membius kami bertiga dengan Kharisma dan relief-relief yang seakan bercerita tentang apa yang terjadi pada saat Prambanan berada di masa jaya.

“Kayak begini gimana bikinnya ya?” Ujang takjub dengan apa yang dilihat dan disentuhnya saat ini. sesungguhnya, untuk inilah perjalanan ini kami lakukan. Untuk membuat kami takjub dan merasa bangga menjadi Indonesia. Walaupun beberapa bentuknya ada yang rusak karena gempa Jogja tahun 2007, namun tidak menyurutkan kharismanya sebagai candi hindu terbesar di Indonesia.  air di tanah pasir yang tergenang setelah hujan memantulkan cerminan Prambanan dari sisi yang berbeda dan sisa hujan menampakkan warna asli dari batu-batu alam yang telah berumur ratusan tahun ini. Prambanan tersusun bukan tanpa tujuan, disetiap dindingnya membentuk suatu lukisan tiga dimensi yang menceritakan kehidupan serta filosofi kehidupan yang bermakna. 

Bahkan kilat-kilat dari kamera digital yang ku bawa tak akan cukup untuk menggambarkan keindahannya, mata ini hanya bisa merekamnya dan menyimpannya di dalam memori. Tawa kami seakan tertahan dengan kemegahannya dan senyum kami puas menghiasi wajah kami di tengah guyuran hujan. Entah sampai kapan ini akan berlangsung, yang kami bisa lakukan saat ini adalah merekamnya untuk generasi berikutnya. Tepat pukul 17.15 WIB kami beranjak meninggalkan Prambanan dengan rekaman tentang Prambanan di dalam memori kami. See u again Prambanan…!!!
Waktu menunjukkan pukul 19.00 WIB
Bus Trans Jogja telah mengantarkan kami di sebuah halte Trans Jogja antah berantah (Horeeee... Nyasar...), emang dasar orang kota norak… naik Trans Jogja dari Prambanan malah ketiduran… Ya iyalah ketiduran.., nyampe bus pas keadaan sepi, abis keujanan baju pada basah, laper, AC-nya sumpahh..!! diingiiinnnn…!! Maka, jadilah kami bertiga tidur dengan nyenyaknya. Pas kami bangun dan menanyakan tempat tujuan kami…,
“Wah sudah kelewat jauh mas… jauh loh dari sini…” Wadoohh… repot nih. Eh, ternyata ada seorang wanita yang pulang kerja senasib juga kelewatan haltenya. Jadi, ada temennya, dan disinilah para jejaka ini mulai promosi diri dengan gayanya masing-masing. Walaupun si-mbak ini cukup cantik, ternyata si mbak ini cukup pemalu dan agak menjaga jarak dengan kami. Yah, maklum... tampang Daftar Pencarian Polisi semua ini.. hehehe.. Sehingga dibutuhkan muka ekstra tebal untuk mencoba S.K.S.D (sok kenal sok dekat) dengan si mbak sing ayu iki. Bagaimana caranya? 

Inilah jawabannya... Ujang : meminjamkan pulsa, Asrul : ngelawak, Uta : sok cool.
Akan tetapi, bagaimanapun kami mencoba tiba-tiba “mas jemput aku donk…”.
Beuuuhhhh..!! tak jadi lah kami ini dapet gebetan cewek jogja. Setelah mengetahui bahwa saat ini kesempatan itu telah tiada, akhirnya ku ber-inisiatif untuk mencari makanan di sekitar halte bus.
“Busnya lagi ada masalah, katanya menyerempet mobil, kayaknya agak lama… lebih baik makan saja dulu mas, nggak apa-apa kok, bus-nya juga belom datang. Katanya sekitar 45 menit lagi… itu loh kalo mau makan murah tapi enak, di sebrang jalan ada angkringan nasi bakar, sambelnya itu enak loh.” Seorang pegawai Trans Jogja menyarankan sebuah tempat makan kepada kami dengan senyum dan dia mempersilahkan kami untuk keluar halte bus untuk makan selagi menunggu bus datang. Sungguh sebuah servis yang sangat memuaskan kepada konsumen… dua jempol deh…!!!
Awalnya Ujang dan Asrul tidak terlalu tertarik, tapi karena perut yang lapar, mereka pun akhirnya ikut saja. “Buu, nasi bakar pinten?” gw Tanya dulu harganya demi keamanan harga, “nasi bakar 2500 kalih lalapan dan sambal” si ibu menjawab dengan senyum. Ok…!!! gw mau makan ini… 
“Makannya gimana caranya nih ta?” asrul bingung bagaimana caranya menyantap kuliner yang satu ini. Nasi bakar itu sebenarnya adalah hasil kreasi warga Jogja dalam hal kuliner. Nasi bakar itu adalah nasi yang sudah dibumbui ketika dimasak, dan dibungkus dengan daun pisang. Untuk membuat nasi tersebut tambah mantab rasanya, maka nasi yang terbungkus daun pisang tersebut dibakar sebentar di atas bara api. Lauk pauk yang menemaninya bisa macam-macam tergantung selera, kami pilih tahu dan tempe mendoan, selain karena murah, ternyata… “uuueeennnaaaakkkkk!!!…” .
“Begini mas cara makannya, maaf yah biar saya bantu…” si ibu membantu kami membuka gulungan daun pisang yang menutupi menu utama yang tersembunyi didalamnya. Setelah semua daun tersebut terbuka, aroma, warna, teksture, dan rasa sekejap membuat kami langsung merasa lapar dan meningkatkan hasrat nafsu makan kami.
“Gile mantab bener dah… baru kali ini gue makan yang kayak gini…” Asrul takjub dengan apa yang dirasakannya sekarang, Ujang tanpa kata-kata dia terus manggut-manggut sambil sesekali mengacungkan jempol ke arah ku.
“Nikmatin aja kawan… kita nggak akan dapet yang se-nikmat ini dikosan…” aku tersenyum puas bersama mereka hari ini.
“Semua pinten buu?” aku bertanya total keseluruhan biaya makan, tapi yang dijawab adalah “tiap orang 5000…”. Appaaaaaaaa…???!!! aku tuh makan nasi bakar + lalapan + sambal + tampe goreng 3 + teh manis anget = 5000. Sekali lagi aku bilang “kalo di Jakarta gue nggak mungkin makan segitu cuma goceng”.
Waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB 
Akhirnya kami sampai di penghujung perjalanan hari ini. Malam ini kami bertiga akan menginap di rumah saudara ku di dekat Benteng Krapyak. Ini adalah rumahnya Pakde Agus, paman gw yang ada di Jogja. Hampir setiap tahun aku dan keluarga selalu mampir kesini ketika mudik lebaran. Setelah ramah tamah akhirnya kami pun beristirahat di sebuah kamar. “besok kita akan nginep di sosrowijayan, biar bisa keliling malam-malam liat malioboro.. disana ada banyak hotel murah”.
Tapi, Perjalanan kami untuk sampai di rumah pakde Agus ini pun cukup menarik. Setelah bermain hujan untuk mencari Andong ( Delman dalam bahasa jawa ) dan setelah bergulat harga dengan kusir andong, akhirnya disepakati trayek, malioboro – alun alun lor – muterin suasana malam kompleks keraton dalem – alun alun kidul – benteng krapyak seharga 20.000,- … memang harga yang pas untuk perjalanan yang cukup muter-muter juga (padahal harga paksaan tuh).
Mau tau caranya menawar? Kalo yang aku pelajari dari para ibu atau teman-teman ku yang jago nawar, begini caranya…
1.      Pedagang biasanya menaikkan tawaran harga hingga 3 kali lipat dari harga awal, “makanya nawar itu yang tega sekalian” itu kata indy, teman kampus gue.
2.      Cobalah tawar mulai dari 1/3 dari harga yang ditawarkan (kalo berani) “nawar mah nekat aja, misalnya dia kasih harga 30.000,- tawar ja 10.000,-” itu kata nyokap gue.
3.      Kalo tawar menawar sampai lebih dari ½ harga juga masih gagal, terus pertahankan di ½ harga lalu...
4.      Gunakan trik ini klo anda memang butuh barang yang akan anda beli tersebut. Nama trik ini adalah “Pura-Pura Kabur, jalan pelan-pelan & siapkan kuping untuk panggilan dari si pedagang untuk negoisasi harga mulai dari ½ harga”… “trik ini paling jitu, tapi beresiko… ingat kesempatan kadang nggak datang dua kali…” itu kata mantan pacar ku.
semua yang kasih aku tips ini memang para kaum hawa. Alhamdulillah, selama jalan-jalan kemanapun,  semua trik ini selalu dapat digunakan. Hasilnya? Hehehehe… kapan-kapan kita jalan-jalan bareng oke???
Wes.. Wes.. Tidur…!!! Tekewer ~ ewer ~ ewer

Maju dulu...
Mundur dulu...

Tidak ada komentar: