Waktu menunjukkan pukul 18.30 WIB
Mendekati waktu yang ditentukan oleh Terezka dan Eva untuk bertemu, entah kenapa aku agak gugup, beberapa kali aku coba menghubungi mereka, tapi tak ada jawaban. Jadi agak pesimis.
“Ujang... Asrul... ntar kalo gue ketemuan sama Terezka sama Eva, gimana? Kan lo berdua punya rencana untuk belanja nih...”
“Santai ja lah kawan... gue sama Asrul pengen jalan aja berdua, pengen coba berani jalan tanpa guide…”
“Lo beneran nggak mau belanja? Gue sama Ujang sih mau cari oleh-oleh di Malioboro...”
“Nggak deh, nggak mood belanja... tapi bener nih bisa ditinggal?”
Tadi sore, setelah pulang dari narsis di alun-alun utara, Sebelum sampai hotel, nggak tahu kenapa pas lewat di depan Pasar Beringharjo aku tertarik sama sebuah Kain batik berwarna merah. Akhirnya aku beli kain batik itu dan akan dihadiahkan sebagai kenang-kenangan untuk Terezka dan Eva. Tapi tiba-tiba hujan turun dan menyebabkan kain batik yang ku beli jadi sedikit basah. Karena takut bau, aku kasih aja parfum ala kadarnya dan aku bungkus rapih. Tapi, karena sampai sekarang nggak ada telpon dari mereka, aku jadi pesimis gitu deh... akhirnya aku hanya bisa menunggu sambil tidur-tiduran di kasur...
Waktu menunjukkan pukul 19.05 WIB
Atas sebuah petunjuk dari seorang teman, aku menanti mereka di depan sebuah restoran masakan cepat saji asal Amerika Serikat sambil duduk bareng dengan sebuah patung badut yang rambutnya berwarna merah dengan senyum ramah yang membeku.
“Uta,.. Now we’re on the way to Malioboro with becak… so, could we meet at Mc Donalds in ten minutes?”
Setelah menanti sekitar 5 menit, yang dinanti akhirnya pun datang. Terezka dan Eva.
“You know what? It’s amazing.. we meet again..” Tawa Terezka lepas kayak nggak percaya dengan apa yang dia alami sekarang
“Yeahh.. that’s right… so where do we go now?” dalam otakku sudah mengumpulkan beberapa tempat yang asik untuk tempat nongkrong malam ini
“I think we’re gonna order some food here… because we gonna meet Eva’s friend from Semarang..”
Waktu menunjukkan pukul 19.10 WIB
Karena lagi nggak niat untuk makan malam, akhirnya aku hanya memesan soft drink dan kentang goreng dan mereka benar-benar memesan sebuah makan malam yang khas fast food. Males banget deh udah jauh-jauh dari Jakarta, sampe Jogja malah makan fast food lagi.
“Terezka… Eva… there’s something that I would like to show to you… it’s a…” belum selesai aku ngomong ternyata teman yang ditunggu oleh Eva pun datang, dan ternyata yang datang itu nggak cuma satu orang, tapi ada sekitar lima orang. Mereka adalah :
Nessa : cewek manis asal Semarang ini benar-benar bikin mata ini iseng bener dah ngeliatin dia terus. (semoga dia baca ini… hehehehe) cewek berambut hitam panjang sebahu, kulit putih, senyumnya ramah, pinter bahas inggris dan modis ini, ternyata punya wawasan yang luas juga.
Icha : cewek asal Jakarta ini badannya tinggi, agak pendiam, pecinta binatang (kalo sama “buaya” cinta juga nggak yee?) dan pintar bahasa inggris. Selain itu, ternyata dia juga seorang pengusaha pernak pernik aksesoris cewek.
Farida : cewek betawi tapi nyasar di Jogja ini pacarnya seorang cowok yang ikut dalam rombongan teman-temannya Eva. Fadia itu cewek yang periang dan rada-rada cerewet. Walaupun bahasa inggrisnya nggak sebagus nessa atau Icha, tapi dia bisa nyanyi dan main gitar.
Ofie : cewek tomboy asli Jogja yang satu ini adalah bodyguard yang terpercaya. Dia pengen banget jadi seorang guide di Jogja. (berjuang yah kawan…) Ofie ini juga pinter bahasa inggrisnya.
Bagus : nah ini dia raja minyak pacarnya si Farida. Selama Nessa dan Icha ada di Jogja, Bagus lah yang jadi guide mereka. Kesan pertama ketemu dia adalah orangnya kocak dengan style retro gothic-nya yang agak kontras dengan rambut jambulnya. Tapi sumpah deh, ini anak jago kompuer dan baik bener.
Waktu menunjukkan pukul 19.20 WIB
Setelah semuanya memesan makanan dan minuman, kami mengatur meja untuk delapan orang di dekat jendela. Setelah aku berkenalan dengan rombongan ini, kita semua mulai sibuk dengan obrolan masing-masing. Eva lebih mencoba fokus untuk ngobrol dengan teman-temannya dan aku memilih untuk ngobrol dengan Terezka, karena kayaknya cuma si Terezka dan aku yang paling asing buat para rombongan ini.
Oia, ada yang baru banget aku ketahui tentang mereka setelah kenalan sama mereka semua. Ternyata Eva, Nessa, Icha, Ofie dan Farida adalah beberapa anggota dari sebuah perkumpulan fans berskala internasional dari sebuah grup band yang terkenal ketika gw masih sekolah SD. Grup band itu adalah Hanson dan para fans Hanson tersebut bernama “Fanson”.
Oia, ada yang baru banget aku ketahui tentang mereka setelah kenalan sama mereka semua. Ternyata Eva, Nessa, Icha, Ofie dan Farida adalah beberapa anggota dari sebuah perkumpulan fans berskala internasional dari sebuah grup band yang terkenal ketika gw masih sekolah SD. Grup band itu adalah Hanson dan para fans Hanson tersebut bernama “Fanson”.
“Hanson still exist? I don’t know anything about them anymore…” Jangan pernah tanyakan pertanyaan itu di depan para Fanson ini kalau nggak mau diteriakin dan disorakin dengan paduan suara yang berisik banget sama para Fanson ini.
Jadi, ketika Terezka dan Eva memutuskan untuk backpacking ke Asia, Eva mengkontak Nessa dan beberapa Fanson yang ada di Indonesia yang dia kenal melalui facebook untuk mengadakan sebuah gathering di Jogja. Sehingga terkumpullah mereka semua ini.
Ketika gw tanya sebenarnya berapa jumlah fans-nya? Nggak ada yang bisa menjawab dengan p asti. Menurut salah satu sumber yang aku dapat dari para Fanson ini hanya menyebutkan, “There’s a lot of Fanson around this world…” Mending percaya aja deh dari pada jadi apatis, terus akhirnya malah bikin rusak suasana.
Tapi, ada yang menarik dari tujuan backpacking Terezka and Eva ini. Mereka benar-benar wanita pemberani yang berani keluar dari tempurungnya dan mencari pengalaman baru di luar zona aman mereka. Padahal Terezka dan Eva bisa dibilang adalah wanita-wanita yang sukses.
Terezka itu, kalau nggak salah nih yee... maklum radar kuping untuk bahasa inggris rada-rada gimana gitu, adalah seorang asisten manajer dari sebuah perusahaan perumahan elite di Republik Ceko. Dan dia bisa backpacking karena bos-nya sedang ada di luar negeri untuk dua bulan. Jadi dia sama sekali nggak sia-siakan kesempatan langka ini untuk menjelajah Asia Tenggara. Khususnya Indonesia. Karena jauh-jauh waktu sebelum mereka backpacking ke sini, Terezka ternyata sudah mempelajari Indonesia melalui sebuah buku tentang masyarakat, budaya dan pariwisata di Indonesia.. like this...!!!!
Eva, sekali lagi... kalo nggak salah nih yee... seorang mahasiswi yang sebentar lagi akan lulus dan ingin menjadi guru. Salah satu keputusan Eva untuk ikut backpacking adalah dia mau ketemu para Fanson di Asia Tenggara. Kalo alasan yang lain adalah dia suka petualangan dan belajar sesuatu yang baru di dunia yang belum dia kenal sebelumnya. . like this too…!!!!!
Gw salut sama mereka berdua ini, karena selama di perjalanan mereka nggak ragu dan berani untuk berinteraksi dengan warga lokal, mencoba makanan yang khas dari suatu daerah, bahkan nginep di rumah sama warga lokal. Jadi mereka lebih milih nginep di penginapan murah milik warga lokal daripada nginep di hotel yang keren.
“There’s no adventure if we do that, right?” Simple banget yah, yang mereka cari itu Cuma pengalaman berpetualang.
“Until our step here, we’ve learned so many things about life. And who’s the teacher?... The local people” keinginan mereka untuk belajar di luar Negara mereka dan besarnya tekad mereka untuk out of the box, benar-benar bikin aku cuma bisa gigit jari (gue kemana aja yah selama ini?)
Waktu menunjukkan oukul 20.30 WIB
Semakin larut dalam obrolan yang panjang, kami mulai saling mengenal satu sama lain. Sampai hamper lupa untuk ngasih hadiah kain batik yang dibeli tadi di pasar Beringharjo untuk Terezka dan Eva.
“Terezka, there’s something that I would to show to you… it’s only something from a friend... I hope you like it…” Aku agak gugup waktu kain batiknya ku kasih ke Terezka. Awalnya Terezka menolaknya karena menurutnya apa yang aku kasih terlalu berlebihan, tapi setelah aku berikan pengertian bahwa ini adalah sesuatu yang akan selalu mengingatkan dia tentang perjalanannya, teman-temannya dan Jogja. Akhirnya, dia mau menerima dengan senang.
Setelah puas tertawa-tawa dan saling bertukar cerita, ternyata Terezka dan Eva memiliki rencana untuk melanjutkan perjalanan ke gunung Bromo, Bali lalu ke Lombok. Dengan inisiatif ala orang Indonesia yang senang membantu, tercetuslah sebuah ide yang cukup bagus…
“What if you take a tour travel?” aku memberi saran
“Yeah that’s good… But we’re backpacker, I think we would like to take train and go there by ourself and find another adventure in our trip” Ternyata gagal nih saran ke tour travel. Tapi bukan orang indonesia namanya kalo nggak menjaga tamu dengan baik.
Akhirnya setelah ditakut-takutin dengan segala macam cara mulai dari pencopetan, penipuan sampe akomodasi yang susah, akhirnya mereka setuju untuk memilih menggunakan tour travel
“Tapi, dimana cari tour travel yang murah dan bisa dipercaya yah? Kalo di Sosrowijayan... kayaknya pake harga turis deh...” aku yang kasih saran, aku yang bingung
“Kita coba aja di Stasiun Tugu, disana suka ada tour travelnya kok...” Farida memberi saran
“Nah, sekalian aja habis dapet travel, nongkrong lagi aja di Angkringan Lik Man...” Satu lagi saran ku untuk rencana kami malam ini
“Setuju…” Bagus sama Farida paling semangat kayaknya
Tapi, Ofie nggak bisa ikut nongkrong ke Angkringan Lik Man. Besok ada kerjaan katanya.
Waktu menunjukkan pukul 21.45 WIB
Rencana membantu Terezka dan Eva untuk mendapatkan paket tour dimulai dari stasiun kereta api Tugu, Yogyakarta. Perjalanan pun dimulai dengan menelusuri sepanjang jalan Malioboro. Tiba-tiba di tengah jalan aku lihat Ujang dan Asrul lagi sibuk jalan-jalan berdua. (romantis bener dah…)
“Ujang… Asrul…!!!!” sadar karena akupanggil, mereka yang ada di sebrang jalan langsung menghampiri ku yang berjalan berdua dengan Terezka.
“Hey… we meet again…” Ternyata Terezka masih ingat sama kedua temanku ini
“Mau kemana lo ta?” Tanya Asrul
“Nih mau ke Angkringan Lik man… ikut yuk… tapi mau ke stasiun Tugu dulu yee…” Balasku
“Okelah kalo begitu…”
“Oia, nih gw kenalin sama para Fanson dari Indonesia…” Ujang dan Asrul langsung berkenalan sama Nessa, Farida, Icha dan Bagus.
Oia, ada yang menarik sepanjang perjalanan ke stasiun Tugu, rombongan ini terbagi dalam tiga barisan dengan interaksinya masing-masing. Barisan pertama : para Fanson (Eva, Nessa, Icha dan Farida), barisan kedua : gw dan Terezka, barisan ketiga : Ujang, Asrul dan Bagus.
Waktu menunjukkan pukul 22.00 WIB
Dihadapan kami berdiri sebuah bangunan bercat putih yang mungkin menyerupai seperti radio klasik dari jaman Belanda dan sebuah tulisan yang cukup besar tertera menyala ditengah bangunan itu, Stasiun Tugu.
Kami memasuki bagian dalam stasiun yang desain interiornya masih mempertahankan keaslian dari desain tipe Eropa sejak stasiun ini berdiri. Ada hal yang sangat menarik dari stasiun ini saat kami memasukinya, ada beberapa buah lukisan yang diameternya cukup besar menghiasi dinding bagian dalam stasiun Tugu. Lukisan ini ada beberapa macam jenis lukisan.
ada lukisan yang ditujukan bagi para seniman-seniman yang berjasa bagi pengembangan kesenian di Jogja, ada lukisan yang menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Jogja, dan sebuah lukisan yang sepertinya menggambarkan perjuangan dan keberanian. Aku Cuma bisa kagum sama apa yang terlihat ini. Benar-benar sebuah karya yang megah dan mengagumkan.
ada lukisan yang ditujukan bagi para seniman-seniman yang berjasa bagi pengembangan kesenian di Jogja, ada lukisan yang menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Jogja, dan sebuah lukisan yang sepertinya menggambarkan perjuangan dan keberanian. Aku Cuma bisa kagum sama apa yang terlihat ini. Benar-benar sebuah karya yang megah dan mengagumkan.
“Tunggu sebentar ya, aku masuk dulu kedalam cari brosur paket travel” Farida masuk sendiri ke bagian dalam stasiun Tugu.
Sekitar sepuluh menit kemudian, farida kembali membawa sebuah brosur Tour Travel. Di paket itu, tertera beberapa paket perjalanan. Antara lain ke gunung Bromo, kawah Ijen, pegunungan Dieng hingga Bali. Karena kami yang membacanya agak bingung dengan penjelasan yang ada di brosur tersebut, akhirnya Farida memanggil orang yang menjadi guide dari paket tour tersebut untuk menjelaskan tentang yang bisa didapatkan dari paket tour travel tersebut.
Banyanganku sebelumnya tentang seorang guide itu adalah orang yang berpenampilan rapih dan mahir berbahasa asing. Tapi, ketika seorang pria bertubuh gempal mendatangi kami bersama Farida, bayangan tentang guide jadi agak berbeda. Pria ini tampil apa adanya dengan celana pendek dan baju hitam lengan pendek. Tapi, begitu dia mempresentasikan tentang paket perjalanan yang ada di brosur tersebut dengan bahasa inggris yang cukup lancar, Gileeee... cara presentasi fantastis, cuma dengan duduk sila dan memegang sebuah brosur dia menjelaskan secara rinci apa yang akan didapat dari paket tersebut, kemana saja tujuannya dan menggunakan akomodasi apa dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh kami semua.
Setelah bernegosiasi, akhirnya diputuskan paket perjalanan untuk Terezka dan Eva adalah dari Yogyakarta ke gunung Bromo – kawah Ijen – Bali dengan akomodasi, hotel, makan pagi dan makan siang, tiket masuk ke gunung Bromo, sampai ongkos perjalanan hingga ke tempat tujuan yang diinginkan ketika di Bali, dengan keseluruhan harga 630.000,- ... murah juga yah ^_^.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar