Waktu menunjukkan pukul 23.15 WIB
Selesai membantu Terezka dan Eva mendapatkan paket perjalanan yang sesuai, tujuan kami berikutnya ada di belakang Stasiun Tugu. Sebuah tempat dengan suasana yang bersahabat diiringi oleh alunan musik jalanan dan atmosfir keakraban yang diselimuti oleh sejuknya malam kota Jogja. Itulah Angkringan Lik Man.
“I think, I want back to hotel now, I need to prepare our stuff for tomorrow… I’ll go with becak and I’ll be back here again…” Terezka memang kakak yang baik, dia bersedia mempersiapkan semua keperluan untuk perjalanan besok dan mengizinkan Eva untuk berkumpul bersama kami. Walaupun sudah ditawari bantuan, Terezka menolaknya dengan alasan kami sudah banyak membantu. Akhirnya Terezka tetap nekat naik becak sendirian dengan rute Angkringan Lik Man - Brojowijayan - Angkringan Lik Man dengan harga 20.000,-.
Sesampainya di Angkringan Lik Man kami mendapatkan sebuah tempat lesehan di depan pagar sebuah rumah warga. Lesehan pinggir jalan ini bergabung satu dengan yang lainnya. Karena memang makna dari lesehan adalah keakraban dan kedekatan.
Sehingga tak ada jarak yang menjadi pembatas, jadi semua yang berkumpul di sini bisa saling berinteraksi satu sama lain dengan santai. Kami cukup beruntung, karena lesehan kami cukup dekat dengan barisan penjual kopi joss yang memang menjadi kuliner khas dari Angkringan Lik Man dan suasananya memang berbeda dari kebanyakan tempat lesehan di Jogja.
Ada sebuah perasaan yang tenang, akrab dan menyenangkan ketika duduk bersila beralaskan tikar, memandang sekeliling, orang-orang akrab berbincang, mendegar alunan musisi jalanan sambil menikmati hangatnya kopi. Jjadi kangen banget sama suasana itu.
Sehingga tak ada jarak yang menjadi pembatas, jadi semua yang berkumpul di sini bisa saling berinteraksi satu sama lain dengan santai. Kami cukup beruntung, karena lesehan kami cukup dekat dengan barisan penjual kopi joss yang memang menjadi kuliner khas dari Angkringan Lik Man dan suasananya memang berbeda dari kebanyakan tempat lesehan di Jogja.
Ada sebuah perasaan yang tenang, akrab dan menyenangkan ketika duduk bersila beralaskan tikar, memandang sekeliling, orang-orang akrab berbincang, mendegar alunan musisi jalanan sambil menikmati hangatnya kopi. Jjadi kangen banget sama suasana itu.
“Mau pesan apa mbak, mas?” Seorang ibu menghampiri kami untuk menawarkan menu spesialnya.
“Pesan Kopi Joss kan? Berapa?” Farida membuka penawaran
“Kopi joss? Apaan tuh? Boleh coba tuh kayaknya...” Asrul sekali lagi bingung tapi penasaran mau coba
“Kopi joss itu, kopi yang abis lo minum lo bakal teriak Jooossss...!!! gitu…” Jawab Ujang asal-asalan
“Bukan...!! kopi joss itu, kopi yang di dalamnya dimasukin arang yang masih panas... cobain aja...” Farida memberi penjelasan yang benar.
Aku mengajak Eva, Asrul dan Ujang untuk melihat pembuatan Kopi Joss, sesampainya di tempat pembuatan, yang kami lihat adalah sebuah bakul sederhana yang terbuat dari kayu dengan satu sisi berfungsi sebagai kompor yang berbahan bakar arang dan satu sisi lagi adalah tempat kopi joss tersebut disiapkan.
Kopi Joss merupakan kopi tradisional dari Jogja yang cukup unik dalam pembuatannya. Selain karena kopinya sendiri pun racikan turun temurun, cara menghidangkannya pun unik. Saat bubuk kopi dan gula pasir dimasukkan kedalam gelas, kopi diseduh dengan air panas yang mendidih diatas kompor berbahan bakar arang.
Setelah kopi diseduh dan diaduk, ini bagian yang paling menarik... sebuah arang yang masih merah panas membara, dimasukkan kedalam gelas yang telah berisi kopi tersebut, sehingga menimbulkan buih-buih dan berbunyi “jossss..!!”. Kira-kira begitu orang Jogja menyebutkan bunyinya dalam bahasa mereka. Jadilah mereka menamakan itu sebagai Kopi Joss.
Setelah kopi diseduh dan diaduk, ini bagian yang paling menarik... sebuah arang yang masih merah panas membara, dimasukkan kedalam gelas yang telah berisi kopi tersebut, sehingga menimbulkan buih-buih dan berbunyi “jossss..!!”. Kira-kira begitu orang Jogja menyebutkan bunyinya dalam bahasa mereka. Jadilah mereka menamakan itu sebagai Kopi Joss.
“That’s really interesting...” Eva tertarik dengan apa yang dilihatnya dan kemeranya pun tak henti mengabadikan momen tersebut.
Sekembalinya kami ke lesehan, Eva terlihat senang dengan pengalaman barunya tersebut dan menceritakannya langsung kepada Icha, Nessa, farida dan Bagus.
“Permisi mas, mbak…” Tiba-tiba seorang pengamen menghampiri kami dan duduk disamping jalan. Sebuah lagu dia nyanyikan dengan, yah apa adanya.
“Mas… minta lagunya Kla Project donk yang Yogyakarta atau lagunya Doel Soembang dan Ninis Karlina yang judulnya Malioboro…” Aku dekati pengamen itu dengan suatu niat tertentu.
“Itu kuncinya dari mana? Lagunya kayak apa?” Tepat dugaanku, pengamen yang satu ini belum banyak makan asam garam dunia ngamen
“Kalo gitarnya saya sewa gimana?” Akhirnya aku sewa gitarnya untuk nyanyi bareng-bareng
Awalnya aku ke Jogja, aku punya angan-angan untuk nyanyi malam-malam sambil lesehan di pinggir jalan pake gitar. Sampai akhirnya keinginan ini terwujud di Angkringan Lik Man, dan lagu Kla Project “Yogyakarta” menjadi lagu pembuka di akrabnya malam kami menikmati nyamannya hati di Jogja.
Pulang ke kotamu ada setangkup haru dalam rindu
masih seperti dulu tiap sudut menyapa ku bersahabat
penuh selaksa makna
terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu
nikmati bersama suasana jogja
dipersimpangan langkahku terhenti
ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera
orang duduk bersila
musisi jalanan mulai beraksi
seiring laraku kehilanganmu
merintih sendiri ditelan deru kotamu
walau kini kau t’lah tiada tak kembali
namun kotamu hadirkan senyummu abadi
ijinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi
bila hati mulai sepi tanpa terobati
Kla Project – Yogyakarta
masih seperti dulu tiap sudut menyapa ku bersahabat
penuh selaksa makna
terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu
nikmati bersama suasana jogja
dipersimpangan langkahku terhenti
ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera
orang duduk bersila
musisi jalanan mulai beraksi
seiring laraku kehilanganmu
merintih sendiri ditelan deru kotamu
walau kini kau t’lah tiada tak kembali
namun kotamu hadirkan senyummu abadi
ijinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi
bila hati mulai sepi tanpa terobati
Kla Project – Yogyakarta
Setelah lagu pertama selesai berkumandang, hidangan yang dinantikan akhirnya datang ke lesehan kami. Ada kopi joss, jeruk manis hangat dan sate ayam. Sungguh sebuah perpaduan yang unik antara kuliner tradisional yang nikmat, suasana malam yang tenang, akrabnya persahabatan yang baru terjalin dan merdunya alunan melodi-melodi malam dari sebuah gitar akustik. (sumpah… gue kangen suasana itu…)
“lagu apa lagi nih?...” aku membuka penawaran
“lagunya Hanson donk…” jawab Farida
“boleh… bantuin nyanyi yah, gue nggak hafal lagunya…”
You have so many relationships in this life
Only one or two will last
You go through all this pain and strife
Then you turn your back and they're gone so fast
And they're gone so fast
So hold on to the ones who really care
In the end they'll be the only ones there
When you get old and start losing your hair
Can you tell me who will still care?
Can you tell me who will still care?
Mmm bop, ba duba dop
Ba du bop, ba duba dop
Ba du bop, ba duba dop
Ba du
Mmm bop, ba duba dop
Ba du bop, Ba du dop
Ba du bop, Ba du dop
Ba du
Only one or two will last
You go through all this pain and strife
Then you turn your back and they're gone so fast
And they're gone so fast
So hold on to the ones who really care
In the end they'll be the only ones there
When you get old and start losing your hair
Can you tell me who will still care?
Can you tell me who will still care?
Mmm bop, ba duba dop
Ba du bop, ba duba dop
Ba du bop, ba duba dop
Ba du
Mmm bop, ba duba dop
Ba du bop, Ba du dop
Ba du bop, Ba du dop
Ba du
Hanson – Mmm bop
Bersama, kami menikmati sajian dan rezeki yang tuhan berikan. Malam ini sungguh sebuah malam yang membuat ku semakin bersyukur bahwa aku adalah orang yang beruntung bisa mendapatkan pengalaman yang menyenangkan bersama mereka.. I love you all my friends.
Karena hangatnya suasana, ekspresi yang terjadi diantara kami begitu manusiawi dan aku cukup kaget ketika Eva menitikkan air mata
“This is the best moment that I ever had… we just know each other a moment ago and now we’re here having dinner on the street and singing together, just like an old friend… it’s really amazing…” Eva memberikan apresiasinya
“Eva, if you asking why? I have an answer… because we’re friends…” Jawabku
12 March 2010
Waktu menunjukkan pukul 00.05 WIB
Malam yang semakin larut ternyata sama sekali tidak membuat kami lelah, kami terus hanyut dalam obrolan-obrolan yang beragam. Mulai dari hobi, binatang kesukaan dan binatang yang tidak disukai, kehidupan sehari-hari, cuaca, bahkan sampai membahas soal makanan yang unik.
“Ta, gue sama Ujang mau balik duluan ke hotel ya? dah ngantuk nih…” Asrul dan Ujang ternyata memilih untuk istirahat lebih dulu
“Ya udah, ntar bukain pintu yee pas gue balik ke hotel… ntar gue telfon deh…”
“santai aja… ya udah, semuanya maaf yah nggak bisa ikut sampe selesai…” Ujang dan Asrul pun berpamitan kepada kami semua
Waktu menunjukkan pukul 00.10 WIB
Tiba-tiba handphoneku berbunyi, ternyata Terezka yang menghubungi, itu artinya dia sudah sampai di tempat dia naik becak tadi sebelum ke Angringan Lik Man dan untung saja tempatnya nggak jauh, jadi jemputnya nggak susah.
“Terezka… you missed so many things…” Eva berkata agak sombong
“Ooohh… what I missed?” Terezka terlihat cukup kecewa
“Eva’s cry…” Candaku
“No I’m not, just a bit of tears…” Sanggah Eva
“Who made you cry?” Terezka sok galak
“Uta…!!!” semua kompak menjadikanku tersangka
Tawa kami lepas seperti kawan lama yang akhirnya berjumpa lagi setelah lama tak bertemu. Sungguh sebuah saat-saat yang akan selalu diingat oleh kami yang merasakan hangatnya suasana malam di Angkringan Lik Man, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar