Langkah Kesembilan : Escape

Waktu menunjukkan pukul 07.30 WIB
Dalam langkah gontai dan mata yang  tertutup sayu, aku coba untuk meraih handphone yang terus berdering diatas meja. “hallo…” suara malasku menyambut pelan.
“Uta, gue dah di Jogja nih, lagi menuju Hotel tempat lo nginep… jemput yah di depan hotel, hehehe…” suara cempreng dan cerewet yang paling aku hafal di dunia ini membalas suara malas ku
Matahari pagi yang menyilaukan mata, membuatku merasa seperti binatang nocturnal yang dipaksa bangun pagi, dan sebuah suara sayup-sayup terdengar mendekat seperti memanggil namaku. “utaaaa….” Akhirnya terlihatlah tiga mahasiswa kesasar yang lagi turun dari becak.  “Akhirnya nyampe juga lo bertiga, selamat datang di Yogyakarta… Kenji, Icha, Aya…”

  Kenji, Icha, dan Aya ini adalah juniorku di kampus yang sama bosannya dengan keadaan Jakarta dan berminat untuk refreshing di Jogja. Tapi mereka tahu rencana ku ke Jogja ini agak telat, makanya mereka menyusul kemari.
“Kemana nih rencana hari ini?” Kenji membuka diskusi perjalanan hari ini setelah diskusi sebelumnya mengenai kamar hotel yang akan diteruskan oleh mereka, atau mencari hotel lain. Tapi akhirnya didapatkan keputusan bahwa Icha dan Aya akan meneruskan kamar ku dan Kenji akan menyewa kamar disebelahnya.
“Hari ini kita ke Keraton Jogja, wisata kuliner di Alun-alun Utara, terus salat Jumat dulu di Masjid Agung, terakhir kita lanjut ke Taman Sari.” Itulah rencana untuk hari ini
Waktu menunjukkan pukul 09.13 WIB

Perjalanan diawali dengan menyewa delman untuk menuju keraton Jogja, karena dalam satu delman diisi enam orang, si supir delman menembak harga yang cukup tinggi sekitar 15.000,-. Aku tahu bahwa kita lagi ditipu sama tukang delmannya, tapi ya sudahlah, hitung-hitung beramal

Suasana di dalam keraton tersebut ternyata cukup berbeda dari apa yang kami bayangkan sebelumnya. Yang ada hanya seperti ruangan-ruangan pameran mengenai kesultanan Yogyakarta. Padahal kami sebelumnya membayangkan bahwa kami akan menyaksikan secara langsung kehidupan dari kesultanan Yogyakarta. Tapi akhirnya kami cukup puas dengan foto-foto bersama sambil tertawa-tawa. Padalah, katanya sih dilarang tertawa-tawa, tapi bukankah larangan itu untuk dilanggar? hehehehe...

 

 


Selesai muter-muter dan ketawa-tawa di “pameran” Keraton Jogja, kami langsung beranjak mencari makanan khas Jogja lainnya.
 “Makan apa nih enaknya?” Aya membuka menu makanan yang terhampar di depan kami.
“Ada yang mau coba Oseng-Oseng Mercon?”  Aku mencoba menawarkan sebuah menu
“Makanan apaan tuh? Mercon? Petasan?” Ujang memastikan dengan tampang bingung dengan nama makanan yang mirip sama nama petasan
“Itu tuh makanan yang super pedes… dari kemarin kan kita makan yang manis-manis nih, sekarang kita makan yang pedes-pedes aja… gimana? Jelas ku
“Lanjut…” Jawab Icha semangat
Sesampainya disebuah kedai kaki lima yang menjual Oseng-Oseng Mercon, kami berenam langsung memesan menu yang sama. Setelah melihat-lihat, dan minta dijelaskan tentang apa itu oseng-oseng mercon, si ibu penjual oseng-oseng mercon bilang “Baru petama kali makan oseng-oseng mercon yah?”. Aku sih cuma senyum-senyum sendiri, sedangkan yang lain terlihat penasaran sambil kelaparan.

“Rasanya mantab, tapi pedesnya…. Walah, walah… Mak Nyooooosssss…” Ekspresi puas Ujang dibarengi dengan merahnya muka yang menahan pedas. Kami semua juga merasakan rasa pedas yang sama dan hari ini kami memilih menu sarapan yang pas tapi sebenarnya cukup berbahaya. Kenapa?
Karena pedasnya oseng-oseng mercon yang masuk kedalam perut yang kosong berakibat perut kami semua menjadi tidak menentu (ini perut kayak diputer-puter didalamnya) dan hal itu terus terjadi sampai kami selesai salat jumat.
Waktu menunjukkan pukul 13.05 WIB
Taman Sari adalah sebuah bangunan yang ditujukan untuk mandi dan membersihkan diri bagi keluarga keraton. Mulai dari sultan, anak-anaknya, para permaisuri dan putri-putri keraton. Bangunan ini terlihat dari luar seperti benteng yang dihiasi ukiran-ukiran khas jawa kuno dan dicat putih, tetapi di dalamnya benar-benar berbeda.
Terdapat sebuah kolam tempat pemandian (kalo gua bilang sih lebih tepatnya kolam renang), Kolam pemandian ini ada empat. Ada yang khusus sultan, permaisuri, anak-anak sultan, keluarga keraton dan putri-putri keraton. Tapi, sayangnya kolam pemandian ini sudah tidak terawat dan mungkin tidak dapat digunakan untuk mandi lagi, malahan menurut ku keadaannya sekarang lebih mirip kolam ikan. Sayang banget padahal kalau dirawat dan dapat dibuka untuk masyarakat umum ikutan mandi disitu kan seru. Selain itu bisa menambah satu lagi pariwisata yang menarik di Jogja.
Apa yang dapat kami nikmati disana adalah mencoba mencelupkan kaki kami kepinggir kolam dan berfoto-foto ria ditengah panasnya sinar matahari siang itu. Tetapi, nilai seni dari bangunan ini benar-benar menghipnotis pandangan kami. Sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. (indah deh pokoknya)
Waktu menunjukkan pukul 13.45 WIB
Puas menikmati pemandangan di Taman Sari, kami kembali ke hotel naik delman dengan harga yang benar dan tanpa tipu-tipu lagi. Seperti biasa, tingkah laku kami di dalam delman seperti turis norak yang nggak bisa diam dan terus bercanda.
“Karena semalam gagal belanja, hari ini gue sama Asrul mau belanja, lo mau ikutan nggak?” Ujang menawari aku untuk ikutan belanja
“Nggak deh, aku mau beli tiket kereta buat nanti kita pulang… Icha sama Aya aja tuh bareng sama kalian.. gimana?” Tawaran ku itu disambut baik sama Icha dan Aya yang bersedia menemani Ujang dan Asrul berbelanja
“Oia, kayaknya gue mau ketemu sama teman gue yang ada di Jogja deh… nanti mau kumpul lagi jam berapa?” Kenji pun punya rencana sendiri
Setelah sampai di hotel, Kami membersihkan kamar untuk digantikan oleh Kenji, Icha dan Aya. Selanjutnya kami pun sibuk dengan rencana masing-masing.
Waktu menunjukkan pukul 15.45 WIB
Selesai dengan kesibukan masing-masing, persiapan untuk pulang ke Jakarta pun telah selesai kami siapkan dalam tas kami masing-masing. Mulai dari pakaian kotor sampai oleh-oleh telah kami kemas sedemikian rupa.
And now its time to say goodbye once again… Yogyakarta thanks for all, Fanson Indonesia, Terezka & Eva… I’ll see you soon, trust me…
Satu lagi harapan untuk kembali bertemu dengan semua, di Jogja. kembali membuka kotak waktu yang tersimpan di tanah Yogyakarta.

Maju dulu...

Mundur duu...

Tidak ada komentar: